Jamak Qasar

A.    PENGERTIAN SHALAT JAMA’

                Shalat jama’ adalah shalat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua shalat fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan shalat Dzuhur dan Asar dikerjakan pada waktu Dzuhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan Shalat Maghrib dan Isya dikerjakan pada waktu Maghrib atau pada waktu Isya.

Rasulullah SAW bersabda :

عن ابن عباس رضى الله عنهما قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم : يجمع بين الصلاة الظهر والعصر اذا كان على ظهر سبر, ويجمع بين المغرب والعشاء (رواه البخارى )

Dari Ibnu Abbas ra,ia berkata : “Apabila Rasulullah SAW terburu-buru berjalan,dijama’nya shalat Dzuhur dan Asar, dan menjama’ Maghrib dan Isya’.”


عن انس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذارحل قبل ان تزيغ الشمس اخرالظهر الى وقت العصر ثم نزل يجمع بينهما فان زاغت قبل ان يرتحل صلى الظهر ثم ركب   (  رواه البخارى ومسلم )

Dari Anas.Ia berkata, “Rasulullah SAW. Apabila berangkat dalam perjalanan sebelum tergelincir matahari, maka beliau ta-khirkan shalat Dzuhur ke waktu Asar kemudian beliau turun(berhenti) untuk menjamak keduanya (Dzuhur dan Asar). Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau shalat Dzuhur dahulu kemudian baru naik kendaraan.” (HR.Bukhari dan Muslim).


            Shalat jamak boleh dilaksanakan karena beberapa alasan ( halangan ) berikut:

1.      Dalam perjalanan jauh minimal 81 km(menurut kesepakatan sebagian besar imam mazhab)
2.      Perjalanan itu tidak bertujuan untuk maksiat
3.      Dalam keadaan sangat ketakutan atau khawatir misalnya perang,sakit,hujan lebat, dan bencana alam.

            Shalat fardhu dalam sehari semalam yang boleh dijamak adalah pasangan shalat Dzuhur dengan Asar dan Shalat Magrib dengan Isya. Sedangkan shalat subuh tidak boleh dijamak. Demikian pula orang tidak boleh menjamak sholat asar dengan magrib.

            Shalat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara :
1.      Jamak taqdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama misalnya menjamak shalat Dzuhur dengan Asar, dikerjakan pada waktu Dzuhur ( 4 rakaat shalat Dzuhur dan 4 rakaat shalat Asar) atau menjamak shalat Magrib dan Isya dilaksanakan pada waktu Aagrib ( 3 rakaat shalat Magrib dan 4 rakaat shalat Isya).


2.      Jamak takhir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua shalat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak shalat Dzuhur dengan Asar dikerjakan pada waktu Asar atau menjamak shalat Magrib dan Isya dilaksanakan pada waktu Isya.


Dalam melaksanakan shalat jama taqdim maka harus berniat menjamak shalat kedua pada waktu pertama, mendahulukan shalat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jamak takhir maka harus berniat akan melakukan shalat yang pertama itu diwaktu yang kedua.



B.     PENGERTIAN SHALAT QASAR

                Shalat Qasar artinya shalat yang diringkaskan bilangan rakaatnya, yaitu diantara shalat fardu yang lima yang mestinya empat rakaat dijadikan dua rakaat saja.  Shalat lima waktu yang boleh diqasar hanya shalat Dzuhur,Asar,dan Isya. Adapun shalat Magrib dan Subuh tetap sebagaimana biasa,tidak boleh diqasar.

Firman Allah :

واذا ضربتم فى الارض فليس عليكم جناح ان تقصروا من الصلوة ان خفتم ان يفتنكم الذين كفروا ان الكفرين كا نوا لكم عدوا مبينا  (النساء )

“Dan apabila kamu bepergian dimuka bumi, maka  tidaklah mengapa kamu mengqasar shalat(mu). Jika kamu takut diserang orang-orang yang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (An-Nisa : 101 )

            Para ulama penganut Imam Hanafi mewajibkan qasar shalat bagi orang yang berpergian. Sedangkan penganut Imam Malik berpendapat, bahwa menqasar shalat itu merupakan sunnah muakkad (yang ditekankan) untuk dikerjakan secara berjamaah.
Jika seorang musafir tidak mendapatkan teman berjamaah dengan musafir juga maka hendaknya ia mengqosor shalatnya sendirian. Adapun bagi orang yang menetap (mukim) dimakruhkan untuk mengikuti shalat berjamaah dengannya.
Sementara para pengikut Imam Hambali secara tegas membolehkan mengqasar shalat. Demikian juga menurut ulama pengikut Imam Syafii, boleh mengqasar shalat  apabila telah mencapai jarak yang ditetapkan.

Shalat qasar boleh dilaksanakan karena beberap syarat sebagai berikut:

1.      Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat (terlarang), seperti pergi haji,silaturahmi atau berniaga dan sebagainya
2.      Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 81 km atau lebih ( perjalanan sehari semalam)
3.      Shalat yang diqasar itu ialah shalat ada’ (tunai), bukan shalat qada. Adapun shalat yang ketinggalan diwaktu dalam perjalanan, boleh diqasar kalau diqada dalam perjalanan. Tetapi yang ketinggalan suatu mukim tidak boleh diqada dengan qasar sewaktu dalam perjalanan.
4.      Niat qasar bersama-sama dengan takbiratul ihram.




C.     Bolehkah seorang musafir bermakmum kepada orang yang mukim?

            Menurut jumhur ulama tidak boleh,Karena shalat yang dilakukan antara imam dan makmum harus sebuah shalat yang sama baik judulnya,bentuk ataupun jumlah rakaatnya. Maka dalam pandangan jumhur ulama, bila seorang makmum melakukan shalat jamak sedangkan imam tidak berniat melakukannya, walaupun secara jumlah rakaatnya sama. Tetapi ketidaksamaan niat membuat hal itu tidak di perkenankan.




            Rasulullah SAW bersabda  yang artinya :

“sesungguhnya seseorang dijadikan imam untuk diikuti. Bila imam bertakbir maka bertakbirlah kalian. Bila imam sujud maka sujudlah kalian. Bila imam bangun dari sujud maka kalian bangunlah dari sujud. Bila imam mengucap ‘Sami’allahuliman hamidah’, maka ucapkanlah ‘rabbana walakal hamdu ‘. Bila imam shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian semua sambil duduk. (HR. Muslim)



عن ابن عباس رضى الله عنه : سئل ما بال المسافر يصل ركعتين اذاانفرد واربعا اذاائنتم بمقيم ؟ فقال : تلك السنه
(رواه احمد بن حنبل )

“Dari Ibnu Abbas ra,ia ditanya : Apakah perkaranya orang bepergian yang mengerjakan shalat dua rakaat bila sendirian dan mengerjakan shalat empat rakaat apabila ikut kepada yang mukim? Lantas dia ( Ibnu Abbas ) menjawab : Demikian itu sunnah.” (HR.Ahmad bin Hambal )

























Postingan populer dari blog ini

Rumus Sempoa Dasar